Model Diskrepansi dalam Evaluasi Pendidikan
Model diskrepansi adalah sebuah pendekatan evaluasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan (diskrepansi) antara kondisi atau hasil yang sebenarnya dengan kondisi atau hasil yang diharapkan atau ideal. Dalam konteks pendidikan, model ini digunakan untuk membandingkan hasil belajar siswa yang sebenarnya dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Tujuan Utama Model Diskrepansi:
- Mengidentifikasi Kesenjangan: Mencari tahu di mana letak kekurangan atau kelebihan dalam proses pembelajaran.
- Membuat Keputusan: Memberikan dasar untuk mengambil keputusan terkait perbaikan program atau kebijakan pendidikan.
- Alokasi Sumber Daya: Membantu mengalokasikan sumber daya secara efektif untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi.
Langkah-langkah dalam Model Diskrepansi:
- Menentukan Standar: Menetapkan kriteria atau standar yang ingin dicapai. Standar ini bisa berupa tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, atau hasil belajar yang diharapkan.
- Mengukur Kinerja Aktual: Melakukan pengukuran terhadap kinerja siswa yang sebenarnya. Pengukuran ini bisa dilakukan melalui tes, tugas, atau observasi.
- Membandingkan: Membandingkan hasil pengukuran dengan standar yang telah ditetapkan.
- Mengidentifikasi Diskrepansi: Menentukan besarnya perbedaan antara kinerja aktual dengan standar.
- Menganalisis Penyebab: Mencari tahu apa yang menyebabkan terjadinya diskrepansi.
- Merancang Tindakan Korektif: Mengembangkan strategi untuk mengatasi diskrepansi yang ditemukan.
Contoh Penerapan Model Diskrepansi dalam Pendidikan:
- Evaluasi Program:
- Standar: Semua siswa kelas 5 harus mampu membaca dengan lancar pada akhir semester.
- Pengukuran: Melakukan tes baca pada akhir semester.
- Diskrepansi: Terdapat 20% siswa yang belum mencapai standar.
- Analisis: Melalui wawancara dan observasi, ditemukan bahwa siswa kurang mendapat kesempatan untuk berlatih membaca di rumah.
- Tindakan Korektif: Mengadakan program membaca intensif bagi siswa yang belum mencapai standar, serta memberikan bimbingan kepada orang tua tentang pentingnya membacakan cerita untuk anak.
- Evaluasi Kurikulum:
- Standar: Kurikulum harus mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
- Pengukuran: Melalui analisis soal ujian, ditemukan bahwa sebagian besar soal hanya mengukur kemampuan menghafal.
- Diskrepansi: Kurikulum kurang menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis.
- Tindakan Korektif: Merevisi kurikulum dengan memasukkan lebih banyak soal yang menuntut siswa untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.
Kelebihan Model Diskrepansi:
- Fokus pada Perbaikan: Model ini mendorong perbaikan berkelanjutan.
- Objektif: Keputusan diambil berdasarkan data yang konkret.
- Efisien: Sumber daya dapat dialokasikan secara tepat.
Kekurangan Model Diskrepansi:
- Tergantung pada Kualitas Standar: Hasil evaluasi sangat dipengaruhi oleh relevansi dan validitas standar yang ditetapkan.
- Tidak Menjelaskan Proses: Model ini lebih fokus pada hasil akhir daripada proses pembelajaran.
Kesimpulan
Model diskrepansi merupakan alat yang sangat berguna dalam evaluasi pendidikan. Dengan menggunakan model ini, kita dapat mengidentifikasi masalah pembelajaran, mengambil keputusan yang tepat, dan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Komentar0